Bagaimana Penyelesaian Sengketa Terhadap Orang yang Mendirikan Bangunan di Atas Tanah Orang Lain Tanpa Izin?

2022-07-27 16:07:28 Dipublish Oleh: Admin RA




Penulis: Ryan Abdul Muhit, S.H.

 

Permasalahan pasti akan selalu terjadi tanpa melihat waktu dan daerah baik itu di kota atau pun di perkampungan (pedesaan). Seperti halnya kejadian yang akan kita bahas sekarang ini yaitu mengenai kasus sengketa tanah yang disebabkan oleh pihak yang mendirikan bangunan di atas tanah orang lain tanpa izin si pemilik. Kasus tersebut sudahlah tidak asing untuk kita dengar, karena mungkin sering melihat kejadian tersebut di daerah kalian, seperti adanya pendirian bangunan di atas tanah orang lain tanpa izin, memakai dan mengelola tanah tanpa izin dari si pemilik tanah tersebut, atau mungkin terlibat langsung dalam kasus tersebut sekaligus mengikuti alur penyelesaian dari kasus tersebut. Walaupun demikian alangkah baiknya kita memahami kasus tersebut karena tentunya setiap kasus memiliki motif berbeda yang melatarbelakangi hal itu. Maka dari itu berikut penjelasan mengenai kasus penyerobotan tanah.

 

Pengertian Penyerobotan Tanah

Perlu kita pahami bahwa perbuatan penyerobotan tanah itu dilarang secara hukum. Kasus penyerobotan tanah ini sering terjadi di Indonesia dan merupakan kasus di bidang pertanahan. Makna dari penyerobotan sendiri merupakan suatu perbuatan yang mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang dengan tidak mengindahkan hukum dan peraturan, seperti halnya menempati tanah atau rumah orang lain yang bukan merupakan haknya.

 

Jadi, berdasarkan hal tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan penyerobotan tanah itu merupakan suatu perbuatan di mana orang yang bukan merupakan hak dari atas tanah tersebut menempati tanah orang lain dengan tanpa izin dari si pemilik penuh tanah tersebut dan melanggar hukum.

 

Langkah Hukum Mengenai Kasus Penyerobotan Tanah

Mengenai langkah hukum dalam penyelesaian terkait kasus tersebut, tentu terdapat dua opsi yakni penyelesaian jalur pidana dan peyelesaian jalur perdata. Untuk penyelesaian jalur pidana, pihak yang terkait dan merasa dirugikan atas perbuatan penyerobotan tanah dapatlah menempuh dengan cara melapor polisi, hal ini dapat dilakukan dengan dasar hukum yang digunakan dalam mengajukan laporan adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya.

 

Dalam Perppu tersebut, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Tanah itu adalah tanah yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh perseorangan atau badan hukum. jadi tanah di sini adalah tanah yang memang dimiliki oleh orang atau badan hukum (Subjek Hukum) yang memiliki hak atas tanah tersebut. kemudian maksud dari “Yang Berhak” adalah orang atau badan hukum yang memiliki hak atas tanah tersebut. dan Memakai Tanah adalah menduduki, mengerjakan dan/atau menguasai sebidang tanah atau mempunyai tanaman atau bangunan di atasnya, dengan tidak dipersoalkan apakah bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak.

 

Kemudian, karena hal tersebut diselesaikan menempuh jalur pidana dengan dasar hukum Perppu No. 5 Tahun 1960, maka apakah perbuatan penyerobotan tanah merupakan suatu tindak kejahatan? perbuatan penyerobotan tersebut bukanlah masuk kepada tindak kejahatan, melainkan tindak pidana pelanggaran, yang dalam hal ini sesuai pada Pasal 6 ayat (1) Perppu No. 5 Tahun 1960.

 

Selain daripada penjelasan di atas yang mana dengan dasar hukum Perppu No. 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, ternyata terdapat kejadian pula mengenai orang yang melakukan penyerobotan dengan mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain. Mengutip dari ehukum.com dengan judul artikel “Punya Tanah Diserobot Orang Lain? Begini Hukumnya”, bahwa kejadian tersebut berlaku Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan bunyi ” Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, suatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain mempunyai hak atasnya.”

 

Sehingga dengan melihat hal di atas dapatlah kita pahami bahwa terdapat aturan hukum yang mengatur mengenai perbuatan penyerobotan tanah tersebut, yaitu diatur dalam KUHP yakni Pasal 385, dan aturan yang memiliki artian yang lebih luas yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 15 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.

 

Kemudian selain langkah hukum yang ditempuh melalui jalur pidana, dapat juga ditempuh melalui jalur perdata, yakni dapat dengan cara mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. Hal tersebut dikarenakan atas perbuatan seseorang yang melakukan penyerobotan tanah, tentu pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut (pemilik) sangatlah dirugikan. Sehingga hal tersebut dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH), sebagaimana hal itu diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dengan bunyi “Tiap perbuatan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

 

Melihat Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di atas, sudahlah jelas maksudnya, bahwa singkatnya adalah setiap orang yang melakukan perbuatan dengan membawa kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut wajib untuk mengganti rugi kepadanya. Dengan begitu orang yang melakukan penyerobotan tanah dalam hal penyelesaian secara perdata dapat dilakukan dengan mengganti rugi atas kerugian yang didapat bagi pihak atau orang yang memiliki hak atas tanah tersebut.

 

Terkait membayar kerugian menurut Munir Fuady terdapat 3 jenis ganti rugi yaitu, bisa berupa ganti rugi nominal (memberikan dengan sejumlah uang tertentu), ganti rugi kompensasi (pembayaran kepada pihak yang dirugikan atas sebesar kerugian yang dialaminya), dan ganti rugi penghukuman (ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya).

 

Selain penyelesaian di atas yang sudah dijelaskan, tentunya dalam memecahkan dan menyelesaikan suatu permasalahan tidak hanya selesai di meja hijau saja, melainkan dapat ditempuh dengan jalur win-win solution dengan jalan musyawarah di luar pengadilan (non litigasi).

 

Banyak cara dalam menyelesaikan permasalahan, tidak hanya diselesaikan melalui jalur litigasi saja, melainkan non litigasi pun dapat terselesaikan.

 

Sumber Referensi:

- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya

- Pasal 6 ayat (1) Perppu No. 5 Tahun 1960

- Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

- Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law