News
Home / News
Aksi Memperingati Kemerdekaan Papua: Dari Sorong sampai Jakarta
Gambar: Nasional Tempo. co
Indonesia, 1 Desember diklaim sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua. Warga Papua di berbagai wilayah di Indonesia melakukan unjuk rasa. Hal ini sebagai refleksi serta pengingat bagi warga Papua sebagai sejarah bangsanya (1/12). Namun, aksi yang berlangsung pada hari ini mendapatkan tindakan represif dari aparatur negara.
Hal itu sesuai dengan ultimatum Kapolda Papua Barat melalui siaran pers, di Manokwari, Rabu (30/11) malam, juga mengarahkan polres jajaran agar meningkatkan pengamanan di masing-masing wilayah untuk mencegah terjadinya aksi yang bertentangan dengan ideologi negara Indonesia.
“Jika ada aksi dari kelompok-kelompok tertentu yang berpotensi mengganggu ketertiban umum, akan ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujar Kapolda Papua Barat.
Kota-kota yang melakukan aksi memperingati kemerdekaan Papua pada 1 Desember 2022:
Kupang, Nusa Tenggara Timur
Puluhan mahasiswa Papua yang berada di Kupang, Nusa Tenggara Timur, melakukan unjuk rasa memperingati kemerdekaan Papua. Meski pada tanggal 28 November 2022, mahasiswa sudah melayangkan surat pemberitahuan ke Polres kota Kupang. Aksi mahasiswa di Kupang mendapatkan represifitas dari aparat kepolisian.
Ternate, Maluku Utara
Ternate, (1/12) Massa aksi yang tergabung dalam FRI-West Papua (Front Rakyat Indonesia untuk West Papua) melakukan demonstrasi damai di depan Kampus di Ternate. Ada 3 tuntutan yang dibawa oleh FRI-West Papua: menolak produk kolonialisme Indonesia melalui Otsus, demiliterisasi di Papua dan berikan hak menentukan nasib sendiri. Aksi yang dilakukan oleh FRI-West Papua di Ternate mengalami represifitas dengan ditangkapnya 10 massa aksi.
Sorong, Papua Barat
Sorong, puluhan masa aksi memperingati hari kemerdekaan Bangsa Papua Barat di sorong. Aksi yang bermula damai mendapatkan intimidasi dari aparat kepolisian secara membabi buta. Ada dua masa aksi yang dibawa ke polres Sorong, yakni Natalius Yewen dan Michael Idji. Aksi ini diinisiasi oleh Petisi Rakyat Papua (PRP) Sekber Sorong dengan tema Memperingati 61 tahun kemerdekaan Bangsa Papua.
Jakarta, Indonesia
Puluhan mahasiswa Papua melakukan unjuk rasa, mereka melakukan long march dari patung kuda sampai kedutaan Amerika Serikat. Aksi yang dilakukan di Jakarta ini merupakan gabungan dari berbagai organisasi, yakni Aliansi Mahasiswa Papua, Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia dan FRI-West Papua. Aksi yang dilakukan ini membawa tuntutan penolakan UU Daerah Otonom Baru (DOB) dan memperingati hari kemerdekaan bangsa Papua.
Sumatera Utara
Ikatan Mahasiswa Papua (IMP) Sumatera Utara juga melakukan aksi di depan DPRD Sumatera Utara (1/12) dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Papua. Titik kumpul aksi ini dari asrama mahasiswa Papua yang kemudian long march menuju DPRD Sumatera Utara.
(Sulthoni / Jurnalis Dokterlaw)
Admin RA
01 Desember 2022
Serikat Petani Badega Geruduk DPRD Kabupaten Garut: Bebaskan Kawan Kami!
Penulis : Sulthoni
Editor : Ryan
Bandung-Jawa Barat, Serikat Petani Badega (SPB) menggeruduk DPRD Kabupaten Garut, (29/11). Pasalnya, 5 anggota SPB dikriminalisasi oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) dengan tuduhan menyerobot tanah negara. Anggota SPG yang dikriminalisasi adalah Nandang bin Daeng (Alm), Jarkoni (Alm) Saepudin bin Oon, Ujang bin Suhada, dan Pakih bin Karma. Petani yang dikriminalisasi itu, kini di tahan di rumah tahanan (rutan) kejaksaan agung Garut.
Kronologi Aksi
Ratusan petani dari SPB menuju DPRD Kabupaten Garut menggunakan truk dan pickup, di atas mobil-mobil itu petani mengibarkan bendera serikatnya, tuntutan membebaskan kawan-kawannya dan atribut lainnya.
Sayangnya, sesampainya di depan kantor DPRD kabupaten Garut, SPB dihadang oleh aparat kepolisian dan Satpol PP. Hal ini membuat SPB kecewa, pasalnya aksi yang dijamin oleh konstitusi tidak disikapi dengan baik oleh aparatur negara. Lebih-lebih, Massa SPB hanya ingin melakukan audiensi dengan perwakilan rakyatnya yang ada di DPRD Kabupaten Garut.
Meski disikapi demikian, massa SPB tetap melakukan aksi di depan gerbang utama DPRD Kabupaten Garut. Massa aksi secara bergantian melakukan orasi di depan gedung DPRD, di mana mengharapkan bahwa anggota SPG yang dikriminalisasi dibebaskan.
Baca juga berita: Komnas Perempuan Peringati Hari Perempuan Pembela HAM: Putus Kekerasan Perempuan Pejuang HAM
Pasca melakukan aksi di depan DPRD, massa dari SPB melanjutkan aksinya menuju kejaksaan sebagai lembaga yang mengadili perkara anggota SPB. Setelah melakukan nyanyi dan orasi, massa SPB ditemui oleh pihak kejaksaan dan melakukan audiensi di sana. Hasilnya adalah, pihak kejaksaan mengatakan bahwasanya, wewenangnya bukan lagi di kejaksaan. Tapi ada di pengadilan. Alasannya, kasus anggota SPB sudah dilimpahkan kepada pengadilan.
Tiba di Kejaksaan, teriakan bebaskan 4 (empat) petani lantang di suarakan. Orasi terus dilakukan bukan hanya oleh para petani, jaringan solidaritas seperti KPA, LBH Bandung dan LBH Nusantara pun andil dalam menyampaikan kritik terhadap kriminalisasi yang di alami 4 (empat) petani dan menyerukan agar dibebaskan.
Aksi yang terjadi di DPRD kabupaten Garut, juga diikuti oleh berbagai jaringan solidaritas, Komisi Pembaharuan Agraria, LBH Bandung serta LBH Nusantara. Aksi yang dilakukan hari ini, bebarengan dengan sidang yang menimpa anggota SPB yang sudah berjalan satu bulan.
Duduk Perkara Konflik
Menurut riset yang dilakukan oleh Sayogyo Institut konflik agrarian yang menimpa Badega, Cipangramatan, Kec. Cikajang, Kabupaten Garut, bermula dari kolonialisme Belanda. Mulanya, pada tahun 1900-an, Belanda melakukan tata kelola tanah. Belanda sebagai penjajah memberikan hak erpfacht. Secara definisi, hak erpfacht merupakan merupakan hak yang bisa menikmati hak sepenuhnya dalam sebidang tanah orang lain dengan adanya kewajiban membayar setiap tahun atau hasil bumi kepada pemilik tanah.
Hak erpfacht ini diberikan kepada perusahaan untuk mengelola komoditas teh. Warga di Badega dipaksa oleh Belanda untuk menanam teh sebagai komoditas primadona masa itu. Meletusnya perang dunia kedua, yang membuat Belanda angkat kaki dari Indonesia, kemudian dilanjutkan pendudukan Jepang. Namun, nasibnya tetap sama. Jepang memaksa warga Bandega untuk menanam tanaman pangan. Pasca kemerdekaan berlangsung, watak kolonialisme Negara terus berlangsung. Negara melalui kementerian Agraria dan Tata Ruang memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan perkebunan lagi. Kali ini perusahaan yang bernama PT. Sritin yang mempunyai kekuasaan yang menggarap tanah di Badega. Nasionalisasi asset-aset colonial tidak menjamin bagi warga Bandega sejahtera, hanya penindasnya yang berganti wajah.
Baca juga artikel: Hak Masyarakat Terdampak Bencana dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
Karena penguasaan lahannya diserahkan kepada PT. Sritin, warga Bandega yang ingin menggarap lahan harus menyewa tanah, ketika ingin menanam di tanah Bandega. Kemudian, sempat ada konflik perebutan hak milik di tanah Bandega menjadi hak milik pribadi. Namun tidak lama, setelah itu disita oleh Negara, yang alih-alih diberikan kepada petani. Setelah adanya penyitaan, Negara malah memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT Surya Andaka Mustika (SAM).
Pemberian kepada PT SAM ini kemudian menjadi titik awal pecahnya konflik sosial yang berdarah-darah dan sampai berujung kriminalisasi. Tepatnya pada tahun 1984, petani Badega mengajukan hak milik yang mana berpedoman kepada UUPA (Undang-undang Pembaharuan Agraria) tahun 1960. UUPA memberkan amanat, bahwasanya tanah yang dulunya berstatus erpfacht bias didistribusikan kepada petani penggarap.
Alih-alih memberikan kepada petani, Negara malah memberikan izin HGU kepada PT SAM. Di titik ini, petani kemudian melakukan perlawanan secara terbuka, karena ketidakadilan yang dilakukan oleh Negara. Perlawanan yang dilakukan oleh petani disikapi dengan brutal oleh Negara dengan banyaknya intimidasi sampai kriminalisasi, sepanjang diberikan izin HGU kepada PT SAM yakni 1984-2011.
Kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) menjadi harapan bagi petani Badega yang diusung oleh rezim Jokowi ). Proses perjuangan petani Badega membuahkan hasil, dan masyarakat memperoleh hak untuk menguasai dan memanfaatkan tanah yang selama ini memang sudah mereka manfaatkan untuk menanam tanaman-tanaman pangan dan pertanian lainnya.
Baca juga artikel: Memahami Kembali Pasal-Pasal Krusial di Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RKUHP)
Redistribusi tanah hanya dianggap sebagai legal statement dimana masyarakat bisa merasa aman untuk bertani tanpa ada ancaman dari luar. Petani Badega melalui Serikat Petani Badega (SPB) membuat peraturan bahwa tanah dibagi secara merata sesuai yang dikelola oleh masyarakat dengan syarat maksimal kepemilikan tanah per orang adalah 2 hektare dan tanah tidak boleh absentee. dibagikan merupakan tanah ex-HGU PT SAM, seluas 383 hektare.
Meski demikian, beberapa tahun belakang Serikat Petani Badega yang sudah menang, kembali diusik oleh Negara lagi. Anggota dari SPB kembali dikriminalisasi dengan tuduhan menyerebot tanah Negara.
Admin RA
30 November 2022
Komnas Perempuan Peringati Hari Perempuan Pembela HAM: Putus Kekerasan Perempuan Pejuang HAM
Ilustration Picture: Islami. Co
Pada tanggal 29 November merupakan hari Perempuan Pembela HAM, hal ini sebagai bentuk refleksi serta pengingat bagi pemangku kebijakan maupun publik untuk menghormati kerja-kerja perempuan yang membela HAM. Dalam catatan Komnas Perempuan disebutkan, bahwasanyana ada 19 bentuk kekerasan yang menimpa pembela HAM kerentanan dan kekerasan yang menimpa Pembela HAM, rinciannya 10 dialami oleh perempuan dan sisanya adalah laki-laki.
Maka, menurut Andy Yentriyani yang membuka acara tersebut mengatakan, “Acara ini sebagai bentuk penegasan bahwasanya perempuan pembela HAM hadir untuk membela hak-hak mereka yang dimarjinalkan. Bahwa acara ini juga sebagai pengingat kepada Negara untuk menjalankan kewajibannya dan memutus impunitas,” kata Andy sebagai ketua Komnas Perempuan.
“Begitu pula pengakuan terhadap pembela HAM menjadi genting untuk menjamin keselamatan serta keamanan bagi perempuan pembela HAM,” lanjut Andy.
Bahrul Fuad, yang juga sebagai Komisioner Komnas Perempuan mengatakan bahwa di tengah-tengah budaya patriarki, perempuan-perempuan yang melakukan kerja-kerja advokasi sering mengalami diskriminasi. Di kota-kota besar saja, yang banyak media, perempuan sering mengalami diskriminasi. Lebih-lebih perempuan pembela HAM yang melakukan advokasi di pelosok-pelosok Indonesia.
Baca juga: Memahami Kembali Pasal-Pasal Krusial di Rancangan Kitab Hukum Pidana (RKUHP)
Dengan kerentenan perempuan dalam melakukan kerja-kerja membela HAM itulah, Komnas Perempuan melakukan diskusi dengan tema “Merajut Kerangka Perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM.” Harapannya bisa membekali perempuan pembela HAM di Indonesia, agar mempunyai amunisi dalam melakukan kerja-kerja advokasi.
“Pemerintah untuk membangun skema-skema yang cukup konkrit, agar perempuan pembela HAM bisa terlindungi, “ pesan Theresia Iswarini yang menjadi Narasumber dalam acara tersebut.
“Untuk ditataran akar rumput, kami akan memastikan untuk memulihkan perempuan pembela HAM serta membuat mereka sejahtera,” pungkasnya.
(Sulthoni / Redaktur Dokterlaw)
Admin RA
30 November 2022
Fakta Persidangan Indra Kenz Dan Sudut Pandang
foto : JawaPos
TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM
- Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (2) Pasal 45 A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU NO 19 TAHUN 2016 tentang Perubahan atas UU NO 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
- Pasal 45 A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU NO 19 TAHUN 2016 tentang Perubahan atas UU NO 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
- Pasal 378 KUHP “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
- Pasal 3 UU NO 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU).
“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
- Pasal 4 UU NO 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU).
“Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
TUNTUTAN DAN PUTUSAN
TUNTUTAN : 15 Tahun Penjara dan Denda 10 Miliar subsider 12
bulan kurungan
PUTUSAN : 10 Tahun Penjara dan Denda 5 Miliar subsider 10
bulan kurungan
PERTIMBANGAN HAKIM
MEMBERATKAN
- Terdakwa menikmati uang hasil para Trader dengan befoya-foya dan gaya hidup mewah
- Terdakwa malas bekerja keras untuk mendapatkan uang, bahwa perbuatan terdakwa megakibatkan kerugian besar bagi banyak Trader di Indonesia
MERINGANKAN
- Telah dimikiskan, seluruh hartanya telah dilakukan penyitaan, serta masih memiliki tanggungan keluarga.
PERTIMBANGAN HAKIM BARANG BUKTI DIRAMPAS UNTUK NEGARA
Para trader disebut sebagai penjudi. “bahwa sesungguhnya para trader dalam perkara a quo adalah pemain judi yang berkedok trading binomo.”
Bahwa menurut pasal 303 KUHP yang diartikan dengan main judi adalah “tiap tiap permainan yang berdasarkan pengharapkan buat menang, pada umumnya bergantung kepada keberuntungan saja dan juga kalau kemenangan itu berpengaruh besar dikarenakan kepintaran dan kebiasaan pemain yang diharapkan untuk menang bergantung kepada untung-untungan.”
"Sebagai upaya preventif dan represif serta untuk memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat, agar tidak melestarikan permainan judi, dan tidak cepat tergiur akan iming-iming cepat mendapatkan uang dengan cara mudah tanpa bekerja keras, maka barang bukti nomor 220-258 dikualifisir sebagai hasil kejahatan, dan oleh karena itu harus dirampas untuk negara," kata hakim.
PANDANGAN AHLI TERHADAP PUTUSAN HAKIM
Bakhrul Amal, Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Sumber : publika.rmol.id
Barang Bukti Berselimut Investasi
Perkara judi berselimut investasi harus dibedakan dengan perkara pencurian biasa. Pertama perkara tersebut dilakukan secara online. Kedua, transaksi yang dilakukan biasanya melalui mekanisme elektronik.
Hal itu tentu berbeda dengan pencurian biasa, semisal pencurian sepeda motor.
Dimana di dalam pencurian sepeda motor biasanya pihak korban atau pihak yang memiliki sepeda motor mempunyai alat bukti kepemilikan, entah itu STNK ataupun BPKB. Sehingga dengan hal tersebut hakim akan lebih mudah dalam memutus barang bukti sepeda motor tadi untuk dikembalikan kepada yang berhak.
Selain itu jumlah pencurian biasa pun biasanya tidak melibatkan banyak pihak. Barang bukti yang diperoleh Aparat Penegak Hukum dengan jumlah korban yang melapor sama. Tentunya setelah disesuaikan dengan alat bukti yang dimiliki dan barang bukti yang diperoleh Kepolisian.
Perkara judi berselimut investasi bukanlah perkara yang sederhana. Barang bukti kejahatan yang diperoleh Aparat Penegak Hukum jumlahnya diketahui mencapai ratusan miliar. Dari mulai barang bukti yang telah berbentuk aset maupun yang ada di dalam rekening.
Sementara di sisi lain jumlah korban yang melaporkan dengan jumlah barang bukti yang ditemukan nilainya berbanding jauh. Oleh sebab itu jika Majelis harus menyebutkan bahwa barang bukti itu "dikembalikan" di dalam putusan, maka putusan tersebut berpotensi menimbulkan masalah baru dalam proses eksekusi.
Setidaknya muncul pertanyaan dikembalikan kepada siapa saja? Berapa masing-masing jumlahnya? Jika kemudian muncul selisih maka sisanya bagaimana?
Atas dasar pertimbangan itu maka hakim memutuskan barang bukti tersebut dirampas untuk negara. Harapannya barang bukti itu nantinya dikelola negara agar dapat dikembalikan kepada yang berhak. Tata cara pengembaliannya adalah dengan melapor kepada aparat penegak hukum pelaksana eksekusi, sembari melampirkan alat bukti yang jelas dan terang bahwa dia memang sebagai korban.
Inilah yang dinamakan bahwa putusan itu tidak melihat dari sebatas sisi keadilan belaka. Tetapi harus memperhatikan pula kepastian hukum dan kebermanfaatanyaa.
Kekosongan Hukum
Problem demikian sesungguhnya telah terjadi kisaran sepuluh tahun terakhir. Sebelumnya adapula korban kasus investasi bodong bermodus koperasi, real estate, perkebunan, kasus penipuan bermodus tour and travel, yang memuat putusan serupa. Putusan "dirampas untuk negara" dan menimbulkan kegelisahan korban.
Hal ini semestinya segera diatasi dengan dua hal. Pertama hakim diberikan kebebasan untuk menemukan hukum (rechtsvinding) melalui mekanisme judicial activism. Atau kedua, yakni Pemerintah maupun Legislatif membuat aturan baru terkait pengelolaan barang bukti secara khusus, utamanya manakala jumlah barang bukti yang ditemukan memiliki selisih atas jumlah korban yang melaporkan
Fatahillah Akbar, Dosen Hukum Pidana UGM. Sumber : KumparanNews
Dosen hukum pidana UGM, Fatahillah Akbar, turut menyoroti putusan ini. Sebab, terdapat beberapa pasal alternatif yang didakwakan kepada Indra Kenz.
Termasuk dakwaan pertama primer Pasal 27 ayat 2, yakni konten judi UU ITE.
"Namun hakim memilih membuktikan Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Di mana itu bohong dalam konteks perlindungan konsumen. Nah ini berarti bukan konten judi yang dinilai hakim," kata Fatahillah.
Ia pun menilai vonis hakim sedikit kontradiktif. Sebab, pada satu sisi, hakim menilai ada kerugian konsumen yang timbul. Namun, hakim menyatakan aset dirampas negara.
Hal ini tak terlepas dari pertimbangan hakim yang menilai ada andil dari korban dalam terjadinya tindak pidana ini.
"Konsep yang digunakan hakim memang participating victims di mana korban berkontribusi terjadinya kejahatan," ujar dia.
Dasar Hukum :
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pecucian Uang
Referensi :
Publika.rmol.id
KumparanNews
Admin LR
21 November 2022
Warga Padarincang atas Rencana Geotermal: Jangan Cari Untung dari Derita Rakyat
Penulis : Sultoni
Editor : RM
Padarincang, Banten. PT Sintesa Banten Geothermal (SBG) pada 17 November 2022 berupaya merusak portal yang dibangun warga Padarincang sebagai benteng pertahanan menghadang eksploitasi gunung Prakasak yang akan dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB).
“Sekitar pukul 9 pagi, TNI mengawal alat berat perusahaan PT. SBG yang mau membongkar portal yang dibangun warga,” tutur Yahdi kepada Dokter Law.
“Kami lalu menghadang, agar alat berat tidak membongkar portal. Kami menyuruh operator untuk turun dari Ekskavator,” imbuhnya.“ Hal itu dilakukan, agar alat berat tidak menghancurkan portal yang dibangun warga. Tapi TNI menghalang-halangi kami, akhirnya kami lawan. Tapi hanya adu mulut,” lanjutnya lagi.
Baca juga berita terbaru: Kasus Investasi Bodong: Aset Indra Kenz Dirampas untuk Negara, Bagaimana Nasib Korban?
Teror Aparat terhadap Warga
Cerita Yahdi, dalam satu bulan ke belakang di desa Batu Kuwung, Padarincang, sering dijadikan latihan TNI. Latihannya tepat di pintu masuk rencana pengeboran panas bumi. Padahal biasanya, latihan militer itu di Rawa Dano, kampung Panenjoan, Serang. Baru-baru ini, ada latihan militer di sini.
“Yang membuat curiga, pasca latihannya selesai, TNI tidak pada pulang. Ternyata ada alat berat yang mau masuk dan mereka (TNI) mengawal alat berat untuk membongkar portal,” keluh Yahdi. “Maka, kami tidak tinggal diam. Kami bahu membahu menghadang pembongkaran itu."
Selain desanya dijadikan latihan militer. Teror lainnya, masih kata Yahdi, adalah patroli TNI setiap malam keliling desa. Hal ini membuat kami tertekan secara psikis dan mental. “Di desa yang asri dan damai, kok dikelilingi TNI setiap malam,” resah Yahdi, yang merupakan bagian dari Syarikat Pejuangan Rakyat Padarincang (SAPAR).
“Ternyata rangkaian fenomena itu ujungnya adalah mau mengawal alat berat untuk menghancurkan portal sebagai benteng pertahanan warga menolak eksploitasi gunung Prakasak,” katanya.
Teror yang dirasakan oleh Warga Padarincang, disebabkan karena instrumen yang bekerja dalam kelembagaan dan kebijakan untuk mewadahi kepentingan akumulasi kapital. Praktik-praktik kerakusan terus menimbulkan kerusakan-kerusakan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat, kata Kus dalam jurnal Anatomi Konsep Penyelesaian Konflik Agraria.
Maka, lanjut Kus, di dalam dinamika konflik agraria itulah, lembaga-lembaga negara justru bertindak sebagai aktor kekerasan terhadap rakyat melalui aksi-aksi yang diatas namakan penegakan undang-undang, berupa kriminalisasi, teror, intimidasi, penculikan, dan penembakan terhadap petani/pejuang hak-hak rakyat (Kus Sri Antoro 2013: 30).
Memukul Mundur Ekskavator
Setelah mengetahui gelagat yang mencurigakan dari TNI, warga siap siaga untuk melakukan perlawanan yang akan merusak desa Batu Kuwung. “Yang belum pulang dari latihan itu TNI-TNI yang baru jadi, yang masih muda-muda gitu,” tutur Yahdi.
“Semakin siang, semakin banyak. TNI-nya dari Kodim, kalau tidak salah. Datangnya menggunakan mobil-mobil pribadi buat mengawal ekskavator itu.”
Yahdi menuturkan duduk perkara cekcor dengan TNI. Lanjut Yahdi, TNI merangsek masuk, mengitari alat berat itu. Dengan tujuan menjaga mungkin ya, takut dirusak masyarakat. Sedangkan warga mencari operatornya, agar diturunkan dari lokasi itu. Agar tidak membongkar portal. Cekcok di situ. Di lokasi pintu gerbang, cekcok dengan TNI, mereka mengalah mengembalikan alat berat.
Baca juga berita terbaru: Respon Komnas HAM Mengenai Penangkapan Mahasiswa dalam Aksi KTT G20 di Bali
Kemudian di atas sana, di persimpangan lokasi pengeboran geothermal jalan mau turun ke desa, alat beratnya mau ke atas, ke lokasi pengeboran. Nah karena dikawal oleh masyarakat. Warga pengennya alat berat di bawa pulang ke perusahaannya. Terjadi cekcok lagi di situ. Akhirnya, warga bisa menyakinkan militer untuk membawa pulang alat berat itu.
“Alhamdulillah, kalo portal tidak dihancurkan, bisa kita jaga. Karena alat berat berhasil kita pukul mundur. Sudah dibawa pulang ke Anyer, Banten,” ungkap Yahdi.
Perlawanan yang ditunjukkan oleh warga Padarincang sebagai respon mempertahan diri dari ketamakan kapital dan Negara, agar ruang hidup beserta kehidupannya tidak dirampas. Kus, memaparkan bentuk perlawanan bervariasi tergantung dari bentuk kapitalisme yang dihadapi; aktor yang dihadapi; struktur sosial di mana konflik struktural itu berlangsung; dan kesempatan politik yang dipunyai oleh rakyat.
“Beragam bentuk perlawanan itu, respon Negara dan korporasi berupaya menghentikan pelawanan yang dilakukan warga. Entah secara fisik, regulasi, pengorganisasian kekerasan (premanisme), pelabelan dan pewacanaan bagi mererka yang menolak patuh yang kemudian dituduh sebagai musuh bersama,” papar Kus.
Begitu pula menurut Fuad Faizi, dosen sekaligus peneliti di IAIN Syekh Nurjati Cirebon menjelaskan bahwasanya “Perlawanan yang dilakukan warga yang kehidupannya akan dirugikan, adalah sesuatu yang wajar,” ungkapnya, saat diwawancara oleh DokterLaw.
Faiz, panggilan akrabnya, menyetir perkataannya Michel Foucault “when there is power, there is resistance." Maka bukan sesuatu yang asing, konflik-konflik agraria selalu diwarnai dengan perlawanan, karena akan mengancam keberlangsungan hidup dan kehidupan warga.
Pesan Warga Padarincang
Warga Padarincang, menurut penuturan Yahdi sangat berharap bahwasanya di desanya jangan dijadikan sebagai tempat eksploitasi panas bumi. Alasannya, karena belum berjalan saja, perusahaan sudah mendatangkan banyak sekali dampak negatif.
Alasan Yahdi sejalan dengan Fuad Faizi, bahwasanya “Dampak-dampak negatif dari eksplorasi geothermal itu akan dirasakan warga yang tentu saja akan mempengaruhi kualitas hidup mereka,” jelasnya.
Lebih jauh, Faiz menjelaskan, jadi warga terdampak sekitar itu lah yang akan merasakan secara langsung penurunan kualitas hidup mereka. Sehingga wajar jika mereka akhirnya melakukan perlawanan karena dampak-dampak negatif itu akan mereka rasakan secara turun-menurun ke anak cucu mereka selama eksplorasi itu ada.
Pun temuan-temuan dalam penelitian dampak dari adanya Geotermal dalam jurnal yang tulis oleh Fuad Faizi dan Syatori. Di mana penelitian itu mengulas dampak Geotermal yang ada di Gunung Ciremai.
Mereka memaparkan bahwasanya, dampak dari ekstraksi panas bumi mengancam kelestarian sumber daya air, dan kesuburan tanah, karena tercemar bahan-bahan kimia yang disuntikkan di tanah serta mengancam kelestarian hidup dan kehidupannya warga yang menggantungkan hidupnya di desa.
Baca juga berita: Pembubaran Paksa Rapat Internal YLBHI di Bali
Bukan hanya itu, di saat berbagai negara di belahan dunia banyak yang melarang ekstraksi sumber daya alam karena dampaknya mengerikan untuk ekosistem alam. Mulai dari Amerika Serikat, Kananda, Jerman dan lain sebagainya (Global bans on fracking). Indonesia justru baru memulai untuk melakukan fracking yang justru membahayakan bagi kehidupan.
“Jangan lah cari untung dari derita rakyat,” tutur Yahdi.
Juga pesan untuk pemerintah, yang diungkapkan Yahdi, bahwa rakyat ini penguasa tertinggi Negara. Mestinya harus menghormati keinginan warga Padarincang yang menolak geothermal. Pemerintah harusnya prihatin, karena kami peduli terhadap kelestarian lingkungan, menjaga kerusakan alam dan berdaya di desanya sendiri.
(Sultoni / Dokterlaw)
Admin RA
19 November 2022
Sidang Perdana Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo
Sidang perdana mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, senin (17/10/2022) atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yusoa Hutabarat alias Brigadir J.
Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribu Sujono sebagai hakim anggota.
Dalam agenda sidang tersebut Jaksa membacakan dakwaan untuk ketiga tersangka lainnnya, yakni Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Sedangkan pembacaan dakwaan untuk tersangka Bharada E alias Richard Eliezer akan dilangsungkan hari Selasa, 18 Oktober 2022.
Perkara sidang FS terdaftar pada nomor perkara PDM-242/JKTSL/10/2022. Dalam dakwaan tersebut, jaksa membacakan surat dakwaan kumulatif. Pendakwaan dilakukan untuk tindak pidana, yakni pembunuhan berencana dan Obstruction of Justice.
Baca juga : Jerat Pidana Terhadap Pelaku Obstruction of Justice Dalam Proses Penegakkan Hukum
Atas perkara pembunuhan berencana, Ferdi sambo Cs didakwa melanggar Pasal 340 Subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP.
Sedangkan untuk dakwaan kedua atas tindak pidana Obstruction of Justice dikenakan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) UU ITE No. 19 tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) poin 2 dan juga Pasal 233 KUHP juncto Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP.
Kuasa Hukum Menilai Surat Dakwaan Batal Demi Hukum
Kuasa hukum FS menyatakan keberatan atas surat dakwaan yang telah dibacakan oleh Jaksa Penutut Umum.
Kuasa hukum FS menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan rangkaian peristiwa secara utuh dan lengkap berdasarkan fakta.
“Surat dakwaan disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dengan tidak hati-hati dan menyimpang dari hasil penyidikan serta tidak memenuhi syarat materiil, sebagaimana yang telah kami jelaskan mengenai ketentuan perumusan dakwaan secara singkat, sehingga Surat Dakwaan berdasarkan Pasal 143 KUHAP harus dinyatakan batal demi hukum,” kata tim kuasa hukum Ferdy Sambo, Sarmauli Simangunsong, saat pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Baca juga : Mengenal Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan
Selain itu, kuasa hukum menilai surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penutut Umum tidak cermat dan menyimpang dari ketentuan hukum karena Menyusun dakwaan dengan melakukan pemecahan penuntutan (splitsing) atas satu perkara pidana.
“Pemisahan penuntutan perkara (splitsing) dalam perkara a quo tidak tepat dan jelas bertentangan dengan hak asasi terdakwa. Splitsing hanya dapat dilakukan pada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka dan bukannya pada satu tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka,” ujar kuasa hukum FS.
Dasar Hukum :
Kitab Undang-Undang Pidana
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Admin LR
17 Oktober 2022
Kapolda Jatim Jadi Tersangka Kasus Narkoba
foto : Halo Banten
Irjen Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran narkoba setelah penyidik memeriksa Teddy sebagai saksi pada Kamis tanggal 13 Oktober 2022 lalu.
Teddy di duga telah melakukan penggelapan barang bukti narkoba berjenis sabu. Barang bukti tersebut merupakan hasil dari pengungkapan kasus narkoba oleh Polres Bukittinggi.
Dalam kasus tersebut Polres Bukittinggi berhasil mengamankan 41,4 kilogram sabu. Namun dari total penyitaan barang bukti tersebut, hanya 35 kilogram sabu yang dimusnahkan.
Sisanya, 5 kilogram sabu diduga telah digelapkan oleh Teddy Minahasa dan AKBP Doddy Prawira Negara yang saat itu menjabat sebagai Kapolre Bukittinggi.
Baca juga : Isu Narkoba Pejabat Polri
Untuk menghilangkan jejak, AKBP Doddy mengganti sabu yang diambil menggantinya dengan tawas.
“itu sabu dari hasil barang bukti, pengungkapan di Polres Bukittinggi, diambil 5 kilogram. Di ganti dengan tawas,”.Hal itu disampaikan oleh Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa (14/10/2022)
Terungkapnya keterlibatan Teddy Minahasa berawal dari laporan masyarakat terkait jaringan peredaran narkoba. Setelah dilakukan pengembangan ternyata mengarah pada keterlibatan anggota Polisi.
Dilansir dari jabarantaranews.com, Selain Teddy Minahasa (TM), ada empat anggota Polri aktif yang turut terseret kasus tersebut. Yakni AKBP D yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi, Kapolsek Kalibaru Kompol KS , personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Metro Jakarta Barat Aiptu J dan personel Polsek Kalibaru Aipda A.
Admin LR
15 Oktober 2022
Isu Narkoba Pejabat Polri
foto : Suara.com
Kabar mengenai penangkapan Irjen Teddy Minahasa oleh Divisi Propam Polri berhembus atas dugaan kasus narkoba.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni.
“sementara diduga benar. Kalau engga salah narkoba, isunya demikian” ujarnya. (14/10)
Irjen teddy merupakan Kapolda Sumatera Barat yang baru-baru ini diangkat oleh Jendral Listyo Sigit sebagai Kapolda Jawa Timur menggantikan Irjen Nico Afinta berdasarkan surat telegram resmi Nomor ST/2134/IX/KEP/2022 tertanggal 10 Oktober 2022.
Baca juga : Dasar Hukum Pencabutan Laporan Atas Delik Aduan Di Kepolisian
Isu tersebut mencuat setelah presiden Joko Widodo mengumpulkan Kapolri dan jajarannya di Istana Presiden. Personel yang dikumpulkan mulai dari pejabat utama Polri, Kapolda, hingga Kapolres.
Sebelumnya para Kapolres dan Kapolda berkumpul di Gedung STIK-PTIK pada pukul 10.00 WIB untuk menumpangi bus secara bersama-sama menuju Istana. Namun Irjen Teddy tidak terlihat dalam rombongan terebut.
Pertemuan tersebut dijadwalkan berlangsung pada pukul 14.00 WIB.
Terkait kasus tersebut, kepala divisi humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan pada awak media akan menyampaikan rilis resmi oleh Kapolri Listyo Sigit.
“sore ini akan disampaikan rilis oleh bapak kapolri” ujarnya saat dimintai konfirmasi atas penangkapan Teddy. (14/10).
Admin LR
14 Oktober 2022
KPK Periksa Asisten Hakim terkait dugaan kasus suap di Mahkamah Agung
sumber foto : InfoPublik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap kedua saksi terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Kedua saksi tersebut merupakan Asisten Hakim Agung, Prasetyo Nugroho, dan Karyawan Swasta, Redhy Novarisza.
Keduanya diperiksa pada hari Rabu tanggal 12 Oktober 2022 yang bertempat di Gedung KPK. Pada saat proses pemeriksaan, tim penyidik menyita beberapa dokumen yang diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap tersebut.
"Kedua saksi hadir dan di dalami pengetahuannya antara lain terkait dengan proses pengajuan perkara pada tingkat upaya hukum di MA. Sekaligus dilakukan penyitaan untuk beberapa dokumen yang terkait dengan perkara ini," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (13/10/2022).
Baca juga artikel : Mengenal Bentuk Kekerasan Seksual Menurut UU TPKS
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka, diantaranya Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Yustisal sekaligus Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu. Selain itu ada 4 (empat) orang lainnya yang berstatus sebagai PNS Mahkamah Agung yaitu Desi Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, dan Albasri. Kemudian 2 (dua) orang pengacara yaitu Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno. Serta 2 (dua) debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana bernama Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Penetapan tersangka tersebut merupakan hasil gelar perkara yang dilakukan tim penyidik setelah adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang berlokasi di Jakarta dan Semarang pada hari Rabu tanggal 21 September 2022 hingga Kamis tanggal 22 September 2022.
Dalam OTT tersebut KPK berhasil mengamankan uang yang diduga sebagai suap senilai 202 ribu dollar singapura atau setara dengan Rp. 2,2 miliar. Uang tersebut dibagi-bagi kepada Hakim dan pegawai Mahkamah Agung. Dengan rincian Desy Yustria mendapatkan jatah sebesar Rp. 250 juta, Muhajir Habibie sebesar Rp. 850 juta, Elly Tri Pangestu sebesar Rp. 100 juta dan Sudrajad Dimyati sebesar Rp. 850 juta.
Uang suap tersebut diserahkan oleh Heryanto dan Ivan melalui pengacaranya Yosep dan Eko Suparno terkait upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Akibat dari kasus tersebut pihak penerima suap yaitu Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Nurmanto Akmal, dan Albasri disangkakan melanggar ketentuan Pasal 12 huruf C atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Sedangkan untuk pemberi suap yaitu Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan dijerat dengan ketentuan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Admin LR
13 Oktober 2022
Pakar Hukum Sebut Tuntutan Aremania Wajar dan Beralasan
Sumber foto: CNN Indonesia
Oleh : Agus Supriyanto
Editor : Ryan Abdul Muhit
Pada hari Sabtu (1/10/2022) Arema FC melakukan pertandingan melawan Persebaya Surabaya (Arema FC Vs Persebaya Surabaya) pada laga Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang.
Pertandingan tersebut dimenangkan oleh Persebaya Surabaya dengan skor 3-2 atas Arema FC. Kemenangan tersebut tentunya menjadi suatu sejarah dan mematahkan rekor 23 (dua puluh tiga) tahun tersendiri bagi Persabaya Surabaya.
Namun, insiden tragis terjadi pasca pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Pasalnya menurut berbagai sumber media berita salah satunya Detik.com jumlah korban tewas akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan berjumlah 127 orang yang terdiri dari suporter Arema FC dan anggota Polisi. Bahkan berdasarkan sejumlah kabar korban meninggal dunia lainnya masih bertambah.
Baca juga berita lain: Pakar Hukum Pidana Menilai Pembebasan Bersyarat Jaksa Pinangki Menyakiti Keadilan Masyarakat
Persitiwa meninggalanya penonton dan suporter Aremania yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa banyak sampai saat ini bertambah dan meningkat menjadi 131 korban jiwa (data sementara) dan korban luka-luka menjadi tragedi kemanusiaan yang mendapatkan sorotan dunia.
Pasca tragedi yang begitu memilukan di Stadion Kanjuruhan Malang, Aremania FC melakukan somasi terbuka kepada sejumlah pihak yang dilayangkan diantaranya kepada Presiden, Menpora, Kapolri, Panglima TNI, DPR RI, Ketua PSSI, Direktur PT. LIB, Manajemen Arema FC dan Panitia Pelaksana Pertandingan.
Adapun seperti yang dilansir dari sport.detik.com terdapat 9 (sembilan) Tuntutan Aremania FC yaitu :
- Mendesak Presiden Republik Indonesia, Menpora Republik Indonesia, Kapolri, Panglima TNI, DPR RI, Ketua PSSI, Direktur PT. LIB, Manajemen Arema FC, dan Panitia pelaksana pertandingan, untuk meminta maaf secara terbuka melalui media nasional dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah somasi terbuka ini disampaikan.
- Menuntut adanya pernyataan secara terbuka dari pihak pengamanan dan penyelenggara melalui media bahwa timbulnya korban jiwa di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang adalah murni kesalahan penyelenggara maupun satuan pengamanan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah somasi terbuka ini disampaikan.
- Menuntut penetapan tersangka kepada para pelaku dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak somasi terbuka ini disampaikan.
- Menuntut adanya pertanggungjawaban hukum secara perdata maupun pidana oleh pihak-pihak terkait.
- Menuntut pihak penyelenggara dan perangkat pertandingan, untuk memastikan adanya jaminan (asuransi) terkait dengan hak-hak para korban baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka.
- Menjamin tidak akan terulangnya kembali tindakan represif aparat keamanan terhadap penanganan kerumunan suporter di dalam stadion dengan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya implementasi Prinsip HAM.
- Mendesak Negara, dalam hal ini direpresentasikan melalui institusi negara, seperti Komnas HAM, Kompolnas, POM TNI, dan lainnya, untuk segera melakukan transparansi penyelidikan secara menyeluruh, akuntabel serta terpadu terhadap tragedi yang telah mengakibatkan jatuhnya 131 korban jiwa (data sementara) dan korban luka-luka dengan membentuk tim penyelidik independen, untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian dan TNI yang bertugas di lapangan.
- Mendesak Presiden, Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari massa suporter maupun anggota kepolisian.
- Mendesak dilibatkannya Tim Pendampingan Bantuan Hukum Aremania dalam segala proses investigasi tragedi kemanusiaan 01 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Baca juga artikel:
- Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga
- Sanksi Bagi Pelaku yang Melakukan Balapan Liar di Jalanan
- Mengenal Justice Collaborator dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia
Menyikapi hal tersebut memancing respon Pakar Hukum Universitas Kuningan Dr. Diding Rahmat, S.H., M.H. Dalam pandangannya, Kamis (6/10) menyampaikan bahwa “tuntutan Aremania merupakan tuntutan yang wajar dan beralasan kepada para pihak termasuk Presiden, karena Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang diberikan kewenangan yang luas oleh rakyat untuk melindungi dan memperjuangkan hak hak rakyat terutama hak hidup, hal ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu tujuan Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Selanjutnya Diding berharap DPR RI khususnya komisi yang membawahinya sebagai Lembaga perwakilan rakyat bersifat proaktif untuk memperjuangkan apa yang terjadi pada para korban dan keluarga korban termasuk memperjuangkan tututan Aremania.
Diding juga berharap proses penyelidikan bersifat transparan, obyektif, dan akuntabel sehingga rakyat percaya terhadap proses yang dilakukan, jangan sampai krisis kepercayaan terhadap pejabat publik hilang dari rakyat itu berbahaya.
“Penyelidikan oleh tim harus dilakukan secara profesional, transparan dan obyektif serta partisipatif dengan melibatkan pihak Aremania agar menghasilkan hasill yang lengkap dalam melihat siapa yang harus di mintakan pertanggung jawaban atas peristiwa pidana matinya korban”. tutur Diding.
Namun hal itu, menurut penilaian Diding menyayangkan kalau Aremania tidak dilibatkan dalam proses penyelidikan yang di bentuk, padahal dalam hukum pidana unsur kesalahan bisa terjadi karena sengaja atau lalai, yang dimungkinan penyelidikan dan penyidikan harus diarahkan kesana apakah peristiwa tersebut sengaja atau lalai.
Admin RA
06 Oktober 2022
Pakar Hukum Pidana Menilai Pembebasan Bersyarat Mantan Jaksa Pinangki Menyakiti Keadilan Masyarakat
Sumber Foto: CNN Indonesia
Mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terjerat kasus suap dan pencucian uang dinyatakan bebas bersyarat pada hari ini selasa (6/9) setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Tangerang.
Pinangki Sirna Malasari yang sebelumnya merupakan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah terlibat kasus suap dan tindak pidana pencucian uang serta pemufakatan jahat untuk menyuap pejabat Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung mendapatkan pembebasan bersyarat.
Berdasarkan sumber media Kompas, Kepala Bagian Humas Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Rika Aprianti membenarkan hal itu. Ia menerangkan bahwa Ditjen Pas telah menerbitkan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi tersebut.
Hal tersebut dilakukan karena Pinangki telah memenuhi syarat administratif dari masa pidana untuk mengajukan bebas bersyarat. “mereka telah memenuhi syarat, lalu yang pasti sudah lebih dari setengah dan mencapai 2/3 masa hukuman penjara, serta berkelakuan baik.”
Kasus Pinangki bermula karena beredar foto dirinya bersama dengan Djoko Tjandra yang pada saat itu menjadi buronan terkait kasus korupsi. Pertemuan tersebut diduga untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko Tjandra.
Pinangki diberitakan menerima suap sejumlah US$ 500 ribu (Rp. 7,3 milliar) dari Djoko Tjandra yang merupakan terpidana kasus korupsi hak tagih (cassie) Bank Bali. Kemudian ia melakukan pencucian uang untuk kepentingan pribadinya.
Baca Juga: Mengenal Justice Collaborator dalam Sistem Pidana di Indonesia
Pada awalnya pinangki dituntut dengan hukuman 4 Tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun vonis yang dijatuhkan oleh Hakim Tipikor Jakarta Selatan lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni memutuskan hukuman 10 tahun penjara karena telah terbukti bersalah menerima suap sebesar USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah agung (MA) dan melakukan TPPU serta pemufakatan jahat.
Pinangki dinyatakan bersalah karena telah melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pinangki juga terbukti bersalah karena melakukan pemufakatan jahat melanggar Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-undang Tipikor. Selain itu, Pinangki juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara dengan Rp. 5,2 Milliar sehingga melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Karena merasa keberatan dengan putusan tersebut, akhirnya Pinangki mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Atas permohonan tersebut akhirnya hukuman yang harus dijalani oleh Pinangki berkurang menjadi 4 Tahun Penjara.
Pengurangan hukuman tersebut karena Hakim menilai Pinangki sudah mengakui dan menyesali perbuatannya serta menerima dengan lapang dada atas pemecatan dirinya sebagai seorang jaksa. Alasan lainnya adalah karena status sebagai ibu yang mempunyai anak berusia 4 tahun sehingga diberikan kesempatan untuk merawat dan memberikan kasih sayang dalam masa tumbuh kembang anaknya. Keputusan pemotongan vonis Jaksa Pinangki itu diambil oleh lima hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dikutip dari Kompas.com, kelima hakim tersebut adalah Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik, serta Muhammad Yusuf yang menjadi ketua majelis hakim.
Baca Juga: Perbedaannya Antara Kejahatan dengan Pelanggaran
Setelah sebelumnya Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak mengambil upaya hukum kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyunat hukuman Pinangki dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Menurut Kepala Kejaksaan berdasarkan sumber tirto (6/72021) Riono beralasan, hakim pengadilan tinggi telah memenuhi tuntutan jaksa penuntut umum dalam putusannya. Selain itu, tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana diatur oleh Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun bunyi Pasal itu mengatur, Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244dan Pasal 249 guna menentukan : a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Pakar Hukum Pidana Universitas Kuningan Dr. Diding Rahmat S.H., M.H. menilai SPP (Sisitem Peradilan Pidana) terhadap perkara Pinangki kurang menghargai keadilan masyarakat, bermula saat jaksa melakukan upaya banding dan dikabulkan oleh hakim Pengadilan Tinggi dengan putusan lebih ringan dari putusan Pengadilan Tingkat Pertama kemudian jaksa yang tidak mengambil upaya kasasi sampai pada upaya pembebasan bersayarat yang sangat mulus. Menurutnya, dalam hukum pidana ada alasan pemberat selain alasan pemaaf harusnya hakim Pengadilan Tinggi berpatokan kesana dalam pertimbangan putusan bandingnya, Pinangki yang tadinya jaksa yang juga sebagai aparat hukum yang harus memberikan contoh, hal ini berbeda dengan warga sipil biasa, pengenaan pemberatan pada pinangki harusnya menjadi alasan hakim sehingga putusan tidak 4 tahun. Jaksa harusnya melakukan kasasi kalau serius karena punya hak oportunitas demi keadilan dan kepentingan umum. Selain itu juga kementerian hukum dan HAM juga harusnya lebih selektif dalam mengeluarkan program Pembebasan Bersyarat, meskipun itu hak tapi dengan berpatokan pada keadilan progresif harusnya di perketat mana yang dapat di PB atau tidak.
(Redaktur Dokterlaw)
Admin RA
07 September 2022
Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia
+62 857-5718-3104
[email protected]
Copyright © 2024 Dokter Law