Kedudukan Saksi Sebagai Salah Satu Alat Bukti Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
2022-12-04 23:12:47 Dipublish Oleh: Admin LR
Saksi merupakan seseorang yang mempunyai informasi terkait suatu peristiwa yang dapat memberikan keterangan sesuai dengan apa yang ditangkap oleh alat indra mereka sendiri.
Dalam kamus hukum, saksi diartikan sebagai orang yang mengalami, melihat, mendengar, merasakan suatu kejadian dalam perkara perdata ataupun pidana.[1]
Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberikan pengertian tentang saksi dalam Pasal 1 ayat (1) berbunyi bahwa :
“orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Sidang Pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri”
Baca juga : Syarat dan Unsur Suatu Peristiwa Pidana
Selanjutnya, Pasal 1 angka 27 KUHAP menyatakan bahwa “keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.”
Saksi dikategorikan kedalam 4 (empat) jenis, yaitu :[2]
- Saksi yang memberatkan, adalah saksi yang dalam keterangannya memberatkan terdakwa yang diajukan oleh penuntut umum. Saksi korban juga termasuk dalam kategori saksi yang memberatkan.
- Saksi yang meringankan, merupakan saksi yang diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum.
- Saksi mahkota, adalah istilah untuk tersangka atau terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana.
- Saksi alibi tidak diatur dalam KUHAP, namun dalam praktiknya saksi alibi disamakan dengan pengertian saksi meringankan.
Keterangan yang diberikan berdasarkan pengetahuan informasi yang di dengar dari orang lain dikenal dengan istilah testimonium de auditu.
Testimonium de auditu dapat di definisikan sebagai keterangan-keterangan tentang kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang di dengar, dilihat, atau di alami bukan oleh saksi sendiri, tetapi merupakan keterangan yang disampaikan oleh orang lain.
Jika testimonium de auditu berhubungan dan selaras dengan kenyataan yang didapat dari alat bukti lainnya, Testimonium de auditu perlu dipertimbangkan dalam rangka menambah keyakinan hakim.[3]
Demikian, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum :
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Referensi :
[1] Eddy O.S Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012 hlm. 56
[2] Hukumonline.com
[3] Eddy O.S Hiariej, op.cit, hlm. 60
Bagikan
Terbaru
Deklarasi Ratusan Advokat Jabar Bentuk Posko Pengaduan Untuk Memenangkan pasangan AMIN
2024-01-15 13:01:33
Ancaman Hukuman Penyalahgunaan Teknologi Deepfake
2023-07-11 12:07:00
LPBH NU Kuningan ; Waspada Mafia Lelang Rumah Kredit Macet Perbankan
2023-03-16 12:03:49
Pasca Putusan PN Jakpus : PIM Jabar Dorong Rakyat Waspadasi Gerakan Tunda Pemilu
2023-03-06 14:03:30
Pakar Hukum Tatanegara UNPAD berbicara mengenai IKN
2023-02-25 21:02:24
PIM Jabar adakan diskusi telaah kritis mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN)
2023-02-25 20:02:22
WALHI Jabar mengkritik pemindahan IKN
2023-02-25 20:02:22
Syarat-Syarat Adopsi Anak Berdasarkan Hukum Positif
2023-01-24 02:01:42
Pidana Penjara Akibat Perselingkuhan
2023-01-22 14:01:36
Perbedaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan : KUHP Lama dan KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023)
2023-01-11 21:01:20
Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia
+62 857-5718-3104
[email protected]
Copyright © 2024 Dokter Law