Penegakan Hukum bagi Anak yang Melakukan Tindak Pidana

2022-11-14 11:11:33 Dipublish Oleh: Admin RA




Penegakan hukum terhadap tindak pidana anak tentunya berbeda dengan pelaksanaan penegakan hukum terhadap orang dewasa pada umumnya. Perbedaan tersebut yaitu apabila anak yang melakukan suatu tindak pidana, maka pelaksanaan penegakan hukum akan memiliki sistem tertentu atau khusus. Perbedaan tersebut bukan disebut sebagai diskriminasi sistem penegakan hukum, namun anak dan orang dewasa pada kenyataannya memiliki perbedaan yang dapat dilihat secara nyata yaitu anak masih dianggap lemah atau belum mampu dan masih perlunya bimbingan dan pembinaan yang maksimal demi masa depan anak. Sedangkan, orang dewasa pada umumnya dianggap sudah mampu bahkan tidak harus selalu untuk dibimbing karena sudah memiliki kemandirian dalam bertindak, walaupun pada hakikatnya sama saja antara anak maupun orang dewasa bimbingan dan pembinaan itu sangat diperlukan. Dengan begitu dapat dipahami bahwa dalam hal ini anak dan orang dewasa dapat dibedakan berdasarkan salah satunya adalah porsi yang mana pada anak harus lebih diperhatikan dalam hal bimbingan dan pembinaan sehingga hak-hak anak sebagai peran anak tidak hilang.

 

Anak yang melakukan tindak pidana yang dalam hal ini anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tentunya dalam pelaksanaan penegakan hukum akan berbeda dengan pada umumnya, karena Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) sudah diatur dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). 

 

Sistem Peradilan Pidana Anak memiliki fungsi yaitu tidaklah jauh berbeda dengan fungsi peradilan pada umumnya yaitu menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya, namun khusus untuk Peradilan Pidana Anak perkara yang ditangani ini hanya menyangkut perkara anak. Pemberian perlakuan khusus dimaksudkan untuk menjamin pertumbuhan fisik dan mental anak sebagai aset negara dan generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan masa depannya, di mana dalam hal ini pun untuk memberikan suatu keadilan, hakim melakukan berbagai upaya tindakan dengan menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya.[1]

 

Mengenai upaya perlindungan hukum terhadap anak yang khususnya anak berhadapan dengan hukum (ABH), telah diatur khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai diversi dan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), hal tersebut bertujuan supaya hak-hak anak yang dalam hal ini berhadapan dengan hukum (ABH) dapat lebih terlindungi dan terjamin. Selain itu, bahkan dalam undang-undang tersebut bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri wajib diupayakan diversi. Diversi ini adalah langkah kekeluargaan untuk musyawarah bersama dalam hal ini antara pelaku dan korban namun tetap di dalam setiap tahap proses peradilan.[2]

 

Diversi adalah langkah yang tepat karena menjadi jawaban atas tujuan untuk penyelesaian perkara anak secara adil. Namun, dalam pelaksanaan diversi ini memerlukan beberapa persyaratan yang sudah menjadi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seperti dengan melihat usia anak, sifat perbuatannya apakah baru pertama kali dilakukan atau bentuk pengulangan, diberlakukan dalam tindak pidana ringan, adanya persetujuan dari korban dan kesepakatan para pihak, serta kerelaan masyarakat untuk mendukung proses diversi.[3]

 

Diversi merupakan salah satu bentuk keadilan restoratif yang mana diversi dan keadilan restoratif sudah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang lebih mengutamakan perdamaian dari pada proses hukum formal. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur mengenai kewajiban para penegak hukum mengupayakan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana) pada seluruh tahapan proses hukum. Bahkan keadilan restoratif yang merupakan sebagai pelaksanaan diversi, terdapat turunannya dari Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu PERMA No. 4 Tahun 2014 entang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam PERMA tersebut terdapat poin penting yaitu hakim wajib menyelesaikan persoalan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) dengan cara diversi dan memuat tata cara pelaksanaan diversi yang menjadi pegangan Hakim dalam penyelesaian perkara pidana anak.[4]

 

Pada prinsipnya diversi bertujuan untuk memberikan anak secara perlindungan psikis maupun fisik agar dapat menjalai kehidupan yang tidak dipandang sebagai penjahat, tidak melakukan tidakan yang sama dan untuk menjadi pembelajar hidup. Dalam penyelesaian perkara di luar peradilan dengan mengembalikan kepada masyarakat dengan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya agar kehidupan anak lebih baik. Ketika Anak yang berhadapan dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yang melalui proses Informal dapat dengan cara mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat ataupun melalui Pemerintah maupun Non pemerintah. Diversi membawakan suatu peradilan anak yang membawakan dampak piskologi anak secara baik dan memberikan rasa keadilan kepada perkara anak yang melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum untuk dapat melindungan hak-hak anak dan sebagai penegak hukum dapat melaksanakan upaya alternatif agar dapat menjadi solutif.

 

Adanya sistem peradilan khusus dalam hal ini sistem peradilan pidana anak tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa keterlibatan anak dalam perbuatan pidana atau berhadapan dengan hukum dapat terjadi, dengan begitu hadirnya sistem peradilan khusus yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini selain sebagai pembeda dari pidana yang dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya, dan memerhatikan hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, tetapi juga sebagai upaya pencegahan terhadap diskriminasi hak asasi yang melekat sejak lahir dari anak. Dengan begitu penerapan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus bisa menyesuaikan dengan sifat, karakter dan emosional anak (kejiwaan anak).


 

 

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

 

Referensi:

[1] Bambang Purnomo, Gunarto, Amin Purnawan, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak sebagai Pelaku dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”, Jurnal Hukum Khaira Ummah 13 (2018), hlm. 48.

[2] Bambang Purnomo, Gunarto, Amin Purnawan, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak sebagai Pelaku dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”, ………, 49.

[3] Yoga Nugroho, Pujiyono, “Penegakan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas oleh Anak: Analisis

Kepastian dan Penghambat”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 4 (2022), hlm. 55.

[4] Yul Ernis, “Diversi dan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Anak di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 10 (2016), hlm. 163.

 


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law