Perbedaan Prinsipil Kesepakatan Perkawinan Dengan Hukum Perjanjian

2022-08-08 20:08:32 Dipublish Oleh: Admin RA




Penulis: Ryan Abdul Muhit, S.H.

 

Kesepakatan Perkawinan

Sebelum melaksanakan perkawinan kepada setiap calon mempelai pria dan wanita perlu diadakannya kesepakatan kedua belah pihak. Tanpa adanya kesepakatan maka tidak akan terlaksananya suatu perkawinan, hal ini dikarenakan kesepakatan merupakan awal terbentuknya suatu perkawinan. Melihat hal itu berarti kesepakatan dalam perkawinan sangatlah penting untuk dicapai dan tentunya harus timbul dari kehendak pasangan yang bermaksud melangsungkan perkawinan. Andai kata kesepakatan sudah ditempuh di antara pasangan pria dan wanita, ternyata hal itu tidak berhenti hanya pada setiap pasangan saja, melainkan sampai kepada orang tua mereka yang pada akhirnya berupa izin kawin (Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974).

 

Pada dasarnya perkawinan bukan hanya mempersatukan hati antara pasangan pria dan wanita saja, tetapi juga sebagai perjumpaan antara kedua keluarga besar dari pasangan tersebut. Sehingga di sini sudah jelas kesepakatan dalam perkawinan mesti untuk diwujudkan baik antara pasangan sejoli maupun kedua keluarga yang bersangkutan.

 

Baca juga: Pentingnya Sosialisasi Keluarga terhadap Pembentukan Perilaku Anak sebagai Pencegahan Perilaku Menyimpang

 

Lalu Apa Perbedaan Kesepakatan Perkawinan dengan Hukum Perjanjian ?

Unsur sepakat sangat diperlukan saat mengadakan suatu perjanjian yang mana hal itu sebagai syarat keabsahannya dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Pasal 1320. Pada pasal tersebut menjelaskan bahwa salah satu sahnya suatu perjanjian adalah dengan adanya kesepakatan para pihak, dengan begitu hal ini perjanjian ketika sudah mencapai suatu kesepakatan (syarat sahnya perjanjian), maka dikatakan perjanjian tersebut berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya dan menciptakan suatu perikatan antara para pihak yang bersangkutan itu. Tetapi dalam ruang hokum perjanjian unsur sepakat di sisi lain dapat dipergunakan oleh para pihak (kontraktan) untuk mengakhiri perjanjian mereka. Tidak demikian halnya dalam urusan kawin, di mana dalam penulisan sebelumnya sudah disinggung mengenai kesepakatan dalam perkawaninan yang mana itu sangat penting. Memang perkawinan pertama-tama harus didasarkan kepada kesepakatan, tetapi kalau sudah  terbentuknya sebuah perkawinan, tidaklah dimungkinkan atas dasar kesepakatan yang bersangkutan dapat diakhiri oleh para pihak, mengingat hal ini adalah perkawinan yang merupakan ikatan suci. Inilah perbedaan prinsipil unsur sepakat dalam perkawinan dan dalam ranah hukum perjanjian.

 

Referensi:

Pasal 1320 KUHPerdata

Pasal 6 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

H. Moch. Isnaeni. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2016.


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law