Alasan Penghapusan Pidana menurut KUHP

2022-12-27 13:12:02 Dipublish Oleh: Admin LR




KUHP Indonesia tidak terlepas dari pengaruh aliran-aliran hukum pidana, terutama aliran klasik dan aliran neo-klasik.

 

Aliran neo-klasik sendiri dalam rangka melakukan pencegahan kejahatan ataupun dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan sudah mengarah kepada berbagai pertimbangan-pertimbangan.

Seperti keadaan dari dalam diri pelaku kejahatan dilihat secara kesehatan ataupun mental, maupun pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi orang untuk melakukan suatu tindak kejahatan.

 

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB III Buku Pertama terdapat alasan-alasan pengahapusan pidana (Strafuitsluitings Gronden). Akan tetapi dalam KUHP tersebut tidak memberikan definisi secara rinci tentang pengahpusan pidana tersebut.

 

H.M Rasyid dan Fahmi Ragib, alasan pengahpusan pidana (Strafuitsluitings Gronden), adalah hal-hal, keadaan-keadaan, dan masalah-masalah yang mengakibatkan bahwa bahwa seseroang melakukan suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana tidak dipidana[1]

 

Baca juga : Mekanisme Penangkapan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

 

Adapun alasan penghapusan pidana didasarkan pada dua alasan, yaitu :

  1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang tersebut. (unsur subjektif)
  2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak diluar diri orang tersebut. (unsur objektif)

Macam-Macam Alasan Penghapusan Pidana

 

Merujuk dari sumbernya, alasan penghapusan pidana berasal dari undang-undang dan diluar undang-undang.

 

Alasan penghapusan pidana berdasarkan undang-undang terbagi menjadi dua macam, yaitu (1) umum dan berlaku terhadap semua rumusan delik, dan (2) khusus, tercantum dalam Pasal tertentu dan yang berlaku untuk rumusan-rumusan delik itu saja.[2]

 

Penyebab tidak dipidananya pelaku kejahatan didasari atas dua hal, yaitu :

 

1.  Dasar pemaaf, yaitu bersifat subjektif dan melekat pada diri seseorang, mengenai sikap batin sebelum atau pada saat akan melakukan perbuatan pidana.

 

Yang termasuk dasar pemaaf :

  1. Ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)
  2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP)
  3. Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (Pasal 51 ayat (2) KUHP).

 

2. Dasar Pembenar, yaitu bersifat objektif dan melekat pada perbuatannya atau hal-hal lain diluar sikap batin sipelaku.

 

Yang termasuk dasar pembenar, yaitu :

  1. Adanya daya paksa (Pasal 48 KUHP)
  2. Adanya pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP)
  3. Sebab menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP) 
  4. Menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1) KUHP).

 

Demikian, semoga bermanfaat

 

Dasar Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
 

Referensi :

[1] Ishaq, Hukum Pidana, (Depok : Rajawali Pers, 2022), hlm. 109

[2] Ibid, hlm 110


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law