Mengenal Justice Collaborator dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia

2022-09-01 14:09:27 Dipublish Oleh: Admin RA




Pada perkembangannya ide Justice Collaborator sebenarnya bertitik tolak dari ketentuan Pasal 37 ayat 2 United Nations Convetion Againts Corruption (UNCAC) Tahun 2003 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convetion Againts Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa Anti Korupsi 2003).

 

Secara terminologis Justice Collaborator diartikan sebagai “Peniup Peluit”, ada juga yang menyebutnya sebagai “saksi pelapor”, “pengadu”, “pembocor rahasia”, “saksi pelaku yang bekerja saama dengan aparat penegak hukum”,.[1]

 

Menurut Council of Europe Commite of Minister bahwa yang dimaksud dengan Justice Collaborator atau Collaborator of Justice adalah seseorang yang juga berperan sebagai pelaku tindak pidana, atau secara meyakinkan adalah merupakan bagian dari tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama atau kejahatan terorganisiasi dalam segala bentuknya, atau merupakan bagian dari kejahatan terorganisasi, namun yang bersangkutan bersedia untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian mengenai suatu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama atau terorganisasi, atau mengenai berbagai bentuk tindak pidana yang terkait dengan kejahatan terorganisasi maupun kejahatan serius lainnya.[2]

 

Sedangkan menurut Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, Ketua LPSK tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang bekerja sama tanggal 14 Desember 2011, Pasal 1 Angka 3 memberikan definisi bahwa justice collaborator adalah saksi pelaku yang bekerja sama adalah saksi yang juga sebagai pelaku tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tidak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

 

Perkembangannya menurut Mahkamah Agung dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 04 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) di dalam perkara tindak pidana tertentu disebutkan bahwa sebagai pelapor tindak pidana adalah orang yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya, sehingga seorang pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

 

Baca Juga Artikel: Perbedaannya antara Kejahatan dengan Pelanggaran

 

Dalam surat keputusan bersama antara LPSK, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, KPK dan MA , Justice collaborator adalah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerjasama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara bahkan mengembalikan aset hasil kejahatan yang bersangkutan apabila aset itu ada pada dirinya.

 

Untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) sesuai SEMA Nomor 04 Tahun 2011 diatur beberapa pedoman sebagai berikut:

  1. Yang bersagkutan merupakan salah satu tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
  2. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan atau mengembalikan aset-aset hasil suatu tindak pidana.
  3. Atas bantuannya tersebut, maka saksi pelaku yang bekerja sama sebagaimana dimaksud di atas, hakim dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana berupa menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau menjatuhkan pidana berupa piana penjara yang paling ringan diantara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud.[3]

Perkembangan terbaru dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia pengertian saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.[4]

 

Berdasarkan hal tersebut di atas, pada prinsipnya hadirnya justice collaborator adalah untuk membantu penegak hukum dalam mengungkap suatu tindak pidana dan bekerjasama dalam menemukan alat-alat bukti dan barang bukti sehingga penyidikan dan penuntutan dapat berjalan dengan efektif.

 

Nah, itulah beberapa yang bisa disampaikan terkait dengan justice collaborator dalam sistem hukum pidana di Indonesia, semoga bermanfaat.


Referensi:

[1] Lilik Mulyadi. Perlindungan Hukum Whistleblower & Justice Collaborator Dalam Upaya Penaggulangan Organized Crime. Alumni, 2022.

[2] Ytirsa Yunus, “Rekomendasi Kebijakan Perlindungan Hukum Justice Collaborator: Solusi Akselerasi Pelaporan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, Direktorat Hukum dan HAM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013.

[3] Lilik Mulyadi. Perlindungan Hukum Whistleblower & Justice Collaborator Dalam Upaya Penaggulangan Organized Crime……Hal. 5.

[4] Rahman Amin. Perlindungan Hukum Justice Collaborator dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia: Studi Perkara Tindak Pidana Narkotika. Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2020.


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law