Pakar Hukum Pidana Menilai Pembebasan Bersyarat Mantan Jaksa Pinangki Menyakiti Keadilan Masyarakat

2022-09-07 20:09:22 Dipublish Oleh: Admin RA




Sumber Foto: CNN Indonesia

 

Mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terjerat kasus suap dan pencucian uang dinyatakan bebas bersyarat pada hari ini selasa (6/9) setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Tangerang. 

 

Pinangki Sirna Malasari yang sebelumnya merupakan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah terlibat kasus suap dan tindak pidana pencucian uang serta pemufakatan jahat untuk menyuap pejabat Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung mendapatkan pembebasan bersyarat.

 

Berdasarkan sumber media Kompas, Kepala Bagian Humas Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Rika Aprianti membenarkan hal itu. Ia menerangkan bahwa Ditjen Pas telah menerbitkan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi tersebut.

Hal tersebut dilakukan karena Pinangki telah memenuhi syarat administratif dari masa pidana untuk mengajukan bebas bersyarat. “mereka telah memenuhi syarat, lalu yang pasti sudah lebih dari setengah dan mencapai 2/3 masa hukuman penjara, serta berkelakuan baik.” 

 

Kasus Pinangki bermula karena beredar foto dirinya bersama dengan Djoko Tjandra yang pada saat itu menjadi buronan terkait kasus korupsi. Pertemuan tersebut diduga untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko Tjandra.

 

Pinangki diberitakan menerima suap sejumlah US$ 500 ribu (Rp. 7,3 milliar) dari Djoko Tjandra yang merupakan terpidana kasus korupsi hak tagih (cassie) Bank Bali. Kemudian ia melakukan pencucian uang untuk kepentingan pribadinya.

 

Baca Juga: Mengenal Justice Collaborator dalam Sistem Pidana di Indonesia

 

Pada awalnya pinangki dituntut dengan hukuman 4 Tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun vonis yang dijatuhkan oleh Hakim Tipikor Jakarta Selatan lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni memutuskan hukuman 10 tahun penjara karena telah terbukti bersalah menerima suap sebesar USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah agung (MA) dan melakukan TPPU serta pemufakatan jahat. 

 

Pinangki dinyatakan bersalah karena telah melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pinangki juga terbukti bersalah karena melakukan pemufakatan jahat melanggar Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-undang Tipikor. Selain itu, Pinangki juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara dengan Rp. 5,2 Milliar sehingga melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

Karena merasa keberatan dengan putusan tersebut, akhirnya Pinangki mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Atas permohonan tersebut akhirnya hukuman yang harus dijalani oleh Pinangki berkurang menjadi 4 Tahun Penjara. 

 

Pengurangan hukuman tersebut karena Hakim menilai Pinangki sudah mengakui dan menyesali perbuatannya serta menerima dengan lapang dada atas pemecatan dirinya sebagai seorang jaksa. Alasan lainnya adalah karena status sebagai ibu yang mempunyai anak berusia 4 tahun sehingga diberikan kesempatan untuk merawat dan memberikan kasih sayang dalam masa tumbuh kembang anaknya. Keputusan pemotongan vonis Jaksa Pinangki itu diambil oleh lima hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dikutip dari Kompas.com, kelima hakim tersebut adalah Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik, serta Muhammad Yusuf yang menjadi ketua majelis hakim.

 

Baca Juga: Perbedaannya Antara Kejahatan dengan Pelanggaran

 

Setelah sebelumnya Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak mengambil upaya hukum kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyunat hukuman Pinangki dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Menurut Kepala Kejaksaan berdasarkan sumber tirto (6/72021) Riono beralasan, hakim pengadilan tinggi telah memenuhi tuntutan jaksa penuntut umum dalam putusannya. Selain itu, tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana diatur oleh Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Adapun bunyi Pasal itu mengatur, Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244dan Pasal 249 guna menentukan : a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
 

Pakar Hukum Pidana Universitas Kuningan Dr. Diding Rahmat S.H., M.H.  menilai SPP (Sisitem Peradilan Pidana) terhadap perkara Pinangki kurang menghargai keadilan masyarakat, bermula saat jaksa melakukan upaya banding dan dikabulkan oleh hakim Pengadilan Tinggi dengan putusan lebih ringan dari putusan Pengadilan Tingkat Pertama kemudian jaksa yang tidak mengambil upaya kasasi sampai pada upaya pembebasan bersayarat yang sangat mulus. Menurutnya, dalam hukum pidana ada alasan pemberat selain alasan pemaaf harusnya hakim Pengadilan Tinggi berpatokan kesana dalam pertimbangan putusan bandingnya, Pinangki yang tadinya jaksa yang juga sebagai aparat hukum yang harus memberikan contoh, hal ini berbeda dengan warga sipil biasa, pengenaan pemberatan pada pinangki harusnya menjadi alasan hakim sehingga putusan tidak 4 tahun. Jaksa harusnya melakukan kasasi kalau serius karena punya hak oportunitas demi keadilan dan kepentingan umum. Selain itu juga kementerian hukum dan HAM juga harusnya lebih selektif dalam mengeluarkan program Pembebasan Bersyarat, meskipun itu hak tapi dengan berpatokan pada keadilan progresif harusnya di perketat mana yang dapat di PB atau tidak.

(Redaktur Dokterlaw)

 


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law