Penyelesaian Kasus Pembagian Kewarisan yang Berkaitan dengan Wasiat

2022-09-07 11:09:03 Dipublish Oleh: Admin RA




Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman di dalamnya termasuk agama, suku bangsa, ras, etnis, suku, bahasa, adat, dan lain sebagainya. Melihat keberagaman tersebut tentu hal permasalahan bisa beragam juga, oleh karena itu dalam menyelesaikan suatu permasalahan tidak serta merta menggunakan satu cara atau metode yang sifatnya generiali (umum), melainkan bisa menggunakan sifatnya yang lebih khusus (speciali) karena mengingat dengan keberagaman di negara tersebut. 

 

Warisan adalah suatu harta dari orang yang meninggal untuk dibagikan kepada masing-masing ahli waris. Dalam bukunya Ahmad Bisyri Syakur berjudul “Panduan Lengkap Mudah Memahami Hukum Waris Islam: Dilengkapi Hibah & Wasiat” bahwa secara singkat waris bisa diartikan dengan harta peninggalan. Harta peninggalan di sini dapat berupa rumah, kendaraan, tanah, uang dan lain sebagainnya. 

 

Pembagian kewarisan secara Hukum Islam yaitu bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah, sebagai contoh yaitu anak laki-laki mendapat 2 bagian sedangkan anak perempuan 1 bagian. Pembagian tersebut tertuang dalam al-Qur’an. Permasalahan pembagian kewarisan ini masih terus terjadi di kalangan masyarakat, hal tersebut sudah menjadi hal yang wajar karena memang orang tidak ingin dirugikan oleh satu pihak dalam hal pembagian waris, dengan begitu banyak ahli faraidh yang membantu dalam hal pembagian waris dengan cara memilih di antara salah satu pembagian waris yaitu apakah pembagian waris secara Hukum Islam, Hukum Adat atau Hukum Perdata. Dengan melihat begitu maka secara otomatis harus memilih salah satu saja dan dalam pembagian waris tidak bisa dibagi dengan kedua atau semua pendekatan secara hukum yang berlaku di Indonesia baik Hukum Islam, Hukum Adat, atau Hukum Perdata (Choice of Law) dalam tatanan praktik. Bukan hanya itu menurut Nasrullah Nasution bahwa hal tersebut karena mengingat di Indonesia masih menganut pluralisme hukum. Serta di dalam praktik, pilihan hukum ini menimbulkan berbagai masalah, karena ahli waris bisa saling gugat ke pengadilan.

 

Pembagian warisan yang ada di masyarakat tentu sangat beragam ada yang tidak melihat bagaimana cara pembagian menurut hukum yang berlaku di Indonesia, dan ada juga yang menggunakan pembagian waris sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Warisan yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli waris terdapat variannya yang ada di kalangan masyarakat, dan hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi. Salah satunya yaitu pewaris yang meninggalkan harta warisnya dan hendak dibagi kepada masing-masing ahli waris sesuai bagiannya, tetapi di dalamnya terdapat suatu wasiat oleh pewaris. Wasiat merupakan pemberian harta secara suka rela dari pewasiat. Hal tersebut dari sebagian kasus yang terjadi di lapangan dapat menimbulkan permasalahan karena orang yang diwasiati pewaris tersebut bisa saja mendapatkan bagian lebih dari ahli waris yang mana sudah tentu bagian-bagiannya atau bisa karena faktor tertentu yang dapat menimbulkan permasalahan. 

 

Wasiat dalam waris ini ketika hendak melaksanakan pembagian waris maka terlebih dahulu mengetahui wasiat apa yang hendak diberikan oleh orang tersebut sebelum meninggal. Hal tersebut guna mempemudah pembagian, bagaimanapun wasiat dalam pembagian kewarisan haruslah riil harta tersebut dari pewaris. Apabila terjadi hal demikian seperti wasiat dalam waris maka harus dipisahkan karena belum tentu haknya untuk setiap ahli waris.

 

Maksud dari Waris dalam Wasiat

Dalam berbagai permasalahan kewarisan terdapat banyak berbagai cara dalam menyelesaikan pembagian warisnya. Termasuk pembagian kewarisan dalam wasiat. Waris adalah harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris (orang yang meninggal). Kemudian waris menurut Samidjo bahwa waris merupakan perpindahan seluruh harta kekayaan serta hak dan kewajiban atas tuntutan hukum dari generasi lama ke generasi baru (ahli waris). Kedua definisi di atas mengetahui bahwa waris adalah suatu harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal (pewaris) kemudian harta tersebut mengalami perpindahan dari pewaris ke ahli waris.

 

Sedangkan wasiat menurut bahasa dari bukunya Abd. Shomad mengutip dari M. Idris Ramoyo bukunya berjudul “Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (B.W)”, bahwa mengandung beberapa arti yaitu, menjadikan, mewajibkan, berpesan, memerintahkan, menyambung, dan lain-lain.18 Kemudian wasiat menurut istilah adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki yang diberi wasiat sesudah orang berwasiat meninggal.19 Sehingga wasiat dari segi etimologi maupun terminologi wasiat bisa didefinisikan dengan pemberian hak milik secara suka rela yang dilaksanakan setelah pemberi tersebut meninggal. Wasiat akan menjadi hak yang menerima setelah pemberi wasiat itu meninggal dan segala urusan sudah dibereskan seperti utang-utang si pewasiat.

 

Baca Juga Artikel: Mengenal Justice Collaborator dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia

 

Dapat disimpulkan bahwa waris dalam wasiat merupakan harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris (orang yang meninggal) untuk dibagikan kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan bagiannya, tetapi di dalam harta tersebut masih terdapat suatu wasiat atau harta yang mesti diberikan kepada orang yang diberi wasiat tersebut. Oleh karena itu wasiat harus terlebih dahulu dibereskan sebelum pelaksanaan pembagian harta waris.

Pembagian Kewarisan yang di dalamnya Terdapat Wasiat Menurut Hukum Waris Islam

Pembagian dalam hal waris dalam wasiat menurut hukum waris Islam bahwa orang yang menerima wasiat adalah orang yang mampu secara keahlian untuk memiliki harta wasiat, dalam hal ini adalah orang yang tidak cacat akalnya, meskipun orang tersebut belum keadaan balig. Serta wasiat dapat dilakukan dengan lisan dihadapan dua orang saksi atau tulis dihadapan dua orang atau notaris hal ini sesuai dengan Pasal 195 ayat 1 KHI. Dalam hal wasiat orang yang tidak berhak menerimanya yaitu seperti halnya ahli waris yaitu berbeda agama, membunuh, dan hal lain sebaganya. Dalam hal ini adalah agama Islam.

 

Dalam hal hubungan waris dalam wasiat bahwa, wasiat tidak boleh dilaksanakan kecuali berdasarkan persetujuan ahli waris, hal ini diatur dalam Pasal 195 No. 3 KHI yaitu : “wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris”. Dalam hal berwasiat ini pun harus memerhatikan aturan dan juga keperluan ahli waris, dengan begitu wasiat tidak boleh menggeser bagian-bagian ahli waris yang sudah ada ketentuannya. Jadi maksimal harta yang diwasiatkan adalah 1/3 dari harta peninggalan, hal ini diatur dalam Pasal 195 ayat 2 KHI. Ketika terjadinya wasiat dalam waris, maka seketika itu dalam pelaksanaan pembagian haruslah bersih, seperti biaya pengurusan jenazah, utang (jika ada), dan lain sebagainya. Jadi harta peninggalan pewaris yang akan dibagikan termasuk wasiat kepada ahli waris maka semuanya harta tersebut haruslah bersih atau riil sebelum dibagikan.

 

Sesuai dengan apa yang dibahas di atas sebelumnya, harta peninggalan pewaris yang akan dibagikan kepada para ahli waris harus sudah bersih dari semua biaya termasuk wasiat. ini berarti bahwa harta peninggalan (tirkah) harus dipotong dahulu (dikurangi) seperti biaya pemandian jenazah, dan kemudian utang (jika ada). Selanjutnya, harta tersebut dikurangi dengan wasiat (jika ada).


Dalam hal wasiat, maka jumlah atau wasiat itu tidak boleh melebihi 1/3 bagian dari seluruh harta yang akan dibagi. Dengan kata lain wasiat hanya boleh dibagi sampai batas 1/3 bagian harta peninggalan (setelah harta tersebut bersih). Selanjutnya sisa harta 2/3 bagian ini akan dibagikan kepada ahli waris. Adapun jika lebih dari 1/3 bagian harta yang diwasiatkan, maka wasiat tersebut hanya dibolehkan jika semua ahli waris menyetujuinya.

 

Baca Juga Artikel: Bedanya Permohonan dengan Gugatan di Lingkungan Hukum Acara Perdata

 

Berikut contoh kasus dalam penyelesaian pembagian kewarisan yang terdapat wasiat dari harta pewaris: Contoh Seorang anak laki-laki wafat dengan meninggalkan ahli waris seorang istri dan anak perempuan tunggal. Harta peninggalannya berupa uang sejumlah Rp. 400 juta. Sebelum meninggal, dia pernah berwasiat kepada keluarganya dalam bentuk tulisan agar memberikan ¼ bagian dari hartanya kepada madrasah di tempat tinggalnya. 

 

Penyelesaian: 

Karena tidak melebihi 1/3 bagian. Maka wasiat boleh dilaksanakan tanpa persetujuan para ahli waris sehingga uang sejumlah ¼ x Rp. 400 juta = Rp. 100 juta diberikan kepada madrasah. 

Sisa uang sebesar 300 juta, dan dibagikan kepada para ahli waris sebagai berikut:
 Istri: 1/8 bagian= 1/8 x Rp. 300 juta = Rp. 37.5 juta
 Anak Perempuan : ½ bagian + Radd = (Rp. 300 Juta- Rp. 37.5 juta) = Rp. 262,5 Juta

 

Pembagian kewarisan yang di dalamnya terdapat wasiat dari harta pewaris, bahwa ketika terjadi pembagian harta waris dan ternyata di dalam harta tersebut terdapat wasiat maka hal yang diperhatikan adalah membagi wasiat terlebih dahulu dengan memerhatikan bagiannya yaitu 1/3 tidak boleh lebih, terkecuali semua ahli waris menyetujuinya. Selanjutnya melakukan pembagian harta waris sesuai dengan bagian-bagiannya menurut hukum waris Islam.

 

 

Referensi:

Noviansyah, Denny. Logam Tanah Jarang: Rare Earth Element. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya, 2018.

Irianto, Sulistyowati. Pluralisme Hukum Waris dan Keadilan Perempuan. np, Buku Obor, tt.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Nasrullah Nasution, Pilihan Hukum Waris. hukumonline.com

Yani, Achmad. Faraidh & Mawaris: Bunga Rampai Hukum Waris Islam. Jakarta: Kencana, 2016.

Samidjo. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: Armiko, 1985.

Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana, 2012.

Saija, R. dan Iqbal taufik. Dinamika Hukum Islam Indonesia. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2016.

Ramulyo, M. Idris. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (B.W). Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

Muthiah, Aulia dan Novy Sri Pratiwi Hardani. Hukum Waris Islam. Yogyakarta: Medpress Digital, 2015.


Bagikan



location_on

Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia

phone

+62 857-5718-3104

email

[email protected]


Copyright © 2024 Dokter Law