Serikat Petani Badega Geruduk DPRD Kabupaten Garut: Bebaskan Kawan Kami!
2022-11-30 20:11:09 Dipublish Oleh: Admin RA
Penulis : Sulthoni
Editor : Ryan
Bandung-Jawa Barat, Serikat Petani Badega (SPB) menggeruduk DPRD Kabupaten Garut, (29/11). Pasalnya, 5 anggota SPB dikriminalisasi oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) dengan tuduhan menyerobot tanah negara. Anggota SPG yang dikriminalisasi adalah Nandang bin Daeng (Alm), Jarkoni (Alm) Saepudin bin Oon, Ujang bin Suhada, dan Pakih bin Karma. Petani yang dikriminalisasi itu, kini di tahan di rumah tahanan (rutan) kejaksaan agung Garut.
Kronologi Aksi
Ratusan petani dari SPB menuju DPRD Kabupaten Garut menggunakan truk dan pickup, di atas mobil-mobil itu petani mengibarkan bendera serikatnya, tuntutan membebaskan kawan-kawannya dan atribut lainnya.
Sayangnya, sesampainya di depan kantor DPRD kabupaten Garut, SPB dihadang oleh aparat kepolisian dan Satpol PP. Hal ini membuat SPB kecewa, pasalnya aksi yang dijamin oleh konstitusi tidak disikapi dengan baik oleh aparatur negara. Lebih-lebih, Massa SPB hanya ingin melakukan audiensi dengan perwakilan rakyatnya yang ada di DPRD Kabupaten Garut.
Meski disikapi demikian, massa SPB tetap melakukan aksi di depan gerbang utama DPRD Kabupaten Garut. Massa aksi secara bergantian melakukan orasi di depan gedung DPRD, di mana mengharapkan bahwa anggota SPG yang dikriminalisasi dibebaskan.
Baca juga berita: Komnas Perempuan Peringati Hari Perempuan Pembela HAM: Putus Kekerasan Perempuan Pejuang HAM
Pasca melakukan aksi di depan DPRD, massa dari SPB melanjutkan aksinya menuju kejaksaan sebagai lembaga yang mengadili perkara anggota SPB. Setelah melakukan nyanyi dan orasi, massa SPB ditemui oleh pihak kejaksaan dan melakukan audiensi di sana. Hasilnya adalah, pihak kejaksaan mengatakan bahwasanya, wewenangnya bukan lagi di kejaksaan. Tapi ada di pengadilan. Alasannya, kasus anggota SPB sudah dilimpahkan kepada pengadilan.
Tiba di Kejaksaan, teriakan bebaskan 4 (empat) petani lantang di suarakan. Orasi terus dilakukan bukan hanya oleh para petani, jaringan solidaritas seperti KPA, LBH Bandung dan LBH Nusantara pun andil dalam menyampaikan kritik terhadap kriminalisasi yang di alami 4 (empat) petani dan menyerukan agar dibebaskan.
Aksi yang terjadi di DPRD kabupaten Garut, juga diikuti oleh berbagai jaringan solidaritas, Komisi Pembaharuan Agraria, LBH Bandung serta LBH Nusantara. Aksi yang dilakukan hari ini, bebarengan dengan sidang yang menimpa anggota SPB yang sudah berjalan satu bulan.
Duduk Perkara Konflik
Menurut riset yang dilakukan oleh Sayogyo Institut konflik agrarian yang menimpa Badega, Cipangramatan, Kec. Cikajang, Kabupaten Garut, bermula dari kolonialisme Belanda. Mulanya, pada tahun 1900-an, Belanda melakukan tata kelola tanah. Belanda sebagai penjajah memberikan hak erpfacht. Secara definisi, hak erpfacht merupakan merupakan hak yang bisa menikmati hak sepenuhnya dalam sebidang tanah orang lain dengan adanya kewajiban membayar setiap tahun atau hasil bumi kepada pemilik tanah.
Hak erpfacht ini diberikan kepada perusahaan untuk mengelola komoditas teh. Warga di Badega dipaksa oleh Belanda untuk menanam teh sebagai komoditas primadona masa itu. Meletusnya perang dunia kedua, yang membuat Belanda angkat kaki dari Indonesia, kemudian dilanjutkan pendudukan Jepang. Namun, nasibnya tetap sama. Jepang memaksa warga Bandega untuk menanam tanaman pangan. Pasca kemerdekaan berlangsung, watak kolonialisme Negara terus berlangsung. Negara melalui kementerian Agraria dan Tata Ruang memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan perkebunan lagi. Kali ini perusahaan yang bernama PT. Sritin yang mempunyai kekuasaan yang menggarap tanah di Badega. Nasionalisasi asset-aset colonial tidak menjamin bagi warga Bandega sejahtera, hanya penindasnya yang berganti wajah.
Baca juga artikel: Hak Masyarakat Terdampak Bencana dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
Karena penguasaan lahannya diserahkan kepada PT. Sritin, warga Bandega yang ingin menggarap lahan harus menyewa tanah, ketika ingin menanam di tanah Bandega. Kemudian, sempat ada konflik perebutan hak milik di tanah Bandega menjadi hak milik pribadi. Namun tidak lama, setelah itu disita oleh Negara, yang alih-alih diberikan kepada petani. Setelah adanya penyitaan, Negara malah memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT Surya Andaka Mustika (SAM).
Pemberian kepada PT SAM ini kemudian menjadi titik awal pecahnya konflik sosial yang berdarah-darah dan sampai berujung kriminalisasi. Tepatnya pada tahun 1984, petani Badega mengajukan hak milik yang mana berpedoman kepada UUPA (Undang-undang Pembaharuan Agraria) tahun 1960. UUPA memberkan amanat, bahwasanya tanah yang dulunya berstatus erpfacht bias didistribusikan kepada petani penggarap.
Alih-alih memberikan kepada petani, Negara malah memberikan izin HGU kepada PT SAM. Di titik ini, petani kemudian melakukan perlawanan secara terbuka, karena ketidakadilan yang dilakukan oleh Negara. Perlawanan yang dilakukan oleh petani disikapi dengan brutal oleh Negara dengan banyaknya intimidasi sampai kriminalisasi, sepanjang diberikan izin HGU kepada PT SAM yakni 1984-2011.
Kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) menjadi harapan bagi petani Badega yang diusung oleh rezim Jokowi ). Proses perjuangan petani Badega membuahkan hasil, dan masyarakat memperoleh hak untuk menguasai dan memanfaatkan tanah yang selama ini memang sudah mereka manfaatkan untuk menanam tanaman-tanaman pangan dan pertanian lainnya.
Baca juga artikel: Memahami Kembali Pasal-Pasal Krusial di Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RKUHP)
Redistribusi tanah hanya dianggap sebagai legal statement dimana masyarakat bisa merasa aman untuk bertani tanpa ada ancaman dari luar. Petani Badega melalui Serikat Petani Badega (SPB) membuat peraturan bahwa tanah dibagi secara merata sesuai yang dikelola oleh masyarakat dengan syarat maksimal kepemilikan tanah per orang adalah 2 hektare dan tanah tidak boleh absentee. dibagikan merupakan tanah ex-HGU PT SAM, seluas 383 hektare.
Meski demikian, beberapa tahun belakang Serikat Petani Badega yang sudah menang, kembali diusik oleh Negara lagi. Anggota dari SPB kembali dikriminalisasi dengan tuduhan menyerebot tanah Negara.
Bagikan
Terbaru
Deklarasi Ratusan Advokat Jabar Bentuk Posko Pengaduan Untuk Memenangkan pasangan AMIN
2024-01-15 13:01:33
Ancaman Hukuman Penyalahgunaan Teknologi Deepfake
2023-07-11 12:07:00
LPBH NU Kuningan ; Waspada Mafia Lelang Rumah Kredit Macet Perbankan
2023-03-16 12:03:49
Pasca Putusan PN Jakpus : PIM Jabar Dorong Rakyat Waspadasi Gerakan Tunda Pemilu
2023-03-06 14:03:30
Pakar Hukum Tatanegara UNPAD berbicara mengenai IKN
2023-02-25 21:02:24
PIM Jabar adakan diskusi telaah kritis mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN)
2023-02-25 20:02:22
WALHI Jabar mengkritik pemindahan IKN
2023-02-25 20:02:22
Syarat-Syarat Adopsi Anak Berdasarkan Hukum Positif
2023-01-24 02:01:42
Pidana Penjara Akibat Perselingkuhan
2023-01-22 14:01:36
Perbedaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan : KUHP Lama dan KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023)
2023-01-11 21:01:20
Jl. Jendral Sudirman Komplek Pasar Harjamukti Blok A Ruko No. 08 Kota Cirebon 45143, Jawa Barat, Indonesia
+62 857-5718-3104
[email protected]
Copyright © 2025 Dokter Law